2 Langkah Strategis Kementerian ESDM Atasi 2.741 Tambang Ilegal di Indonesia

KOMPARASI.ID – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan dua langkah utama untuk mengatasi 2.741 lokasi tambang ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia, berdasarkan data per Agustus 2021.

Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Siti Sumilah Rita Susilawati, menyatakan bahwa langkah pertama adalah pengelolaan wilayah pertambangan rakyat (WPR).

Dengan demikian, kegiatan pertambangan bisa dilakukan di area WPR, bukan melalui kegiatan PETI.

Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi dan penyiapan WPR serta mempermudah penerbitan izin pertambangan rakyat (IPR) bagi pertambangan rakyat yang belum berizin, sesuai ketentuan peraturan perundangan.

“Ini diharapkan bisa memberdayakan masyarakat setempat, mengoptimalkan sumber daya mineral dan batu bara, mengurangi risiko bahaya bagi masyarakat dari kegiatan tambang ilegal, dan menciptakan aktivitas pertambangan rakyat yang memperhatikan aspek keselamatan dan lingkungan,” ujar Rita kepada Bloomberg Technoz, Kamis (11/7/2024).

Baca Juga :  Video Anggota DPRD Gorontalo Sebut “Rampok Uang Negara” Jadi Sorotan Warganet

Rita menambahkan bahwa Menteri ESDM Arifin Tasrif telah menetapkan 1.216 blok WPR di 20 provinsi dengan total luas 66.593,18 hektare pada 2022, sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Selain itu, Direktorat Jenderal Minerba juga telah menyusun dokumen pengelolaan WPR di 9 provinsi dengan total 291 blok dari 1.216 blok WPR hingga 2023, yang akan dilanjutkan pada blok lainnya.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya mengatasi PETI dan diharapkan memberikan kontribusi pada pembangunan daerah melalui retribusi daerah berupa iuran pertambangan rakyat (Ipera).

Keterangan Foto : Ilustrasi masyarakat sedang bertambang

Penegakan Hukum

Langkah kedua yang dilakukan pemerintah adalah penegakan hukum terhadap kegiatan PETI melalui pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) Minerba yang berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) lainnya.

Baca Juga :  Nelayan Bone Bolango Sebut Ismet Mile Pemimpin Merakyat

“Tindak pidana PETI melanggar pasal 158 UU Minerba yang menyatakan bahwa penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar. Penegakan ini diharapkan memberikan efek jera bagi pelaku PETI,” ujar Rita.

Namun, Rita menekankan bahwa penanggulangan PETI adalah tanggung jawab pemerintah, APH, dan masyarakat.

Penanggulangan PETI, menurut Rita, bukan hanya tugas Kementerian ESDM, tetapi juga kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dan Kementerian Dalam Negeri yang berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam penanganan awal kegiatan PETI.

Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertanggung jawab atas pemulihan kerusakan lingkungan dan pengawasan penggunaan bahan berbahaya dan beracun, serta APH dan KLHK dalam penindakan.

Kasus PETI kembali menjadi sorotan setelah insiden tanah longsor di kawasan tambang mineral/emas ilegal di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Longsor terjadi pada Minggu pagi (7/7) pukul 09.00 WITA.

Baca Juga :  Gaji Honorer SDN 56 Kota Timur Tertunda, Dana BOS Hilang, Hak Pekerja Terabaikan

Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR) wilayah Gorontalo melaporkan bahwa korban dari insiden tersebut meningkat menjadi 145 orang per Rabu (10/7/2024) pukul 15.02 WIB, dengan rincian 23 korban meninggal, 92 korban selamat, dan 30 korban masih dalam pencarian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *