Tradisi Lebaran Ketupat Masyarakat Jawa Tondano Gorontalo

Ilustrasi perayaan ketupat. sumber foto : Kumparan

KOMPARASI.ID – Masyarakat Jawa Tondano telah berada di Gorontalo sejak tahun 1900 dengan tiga gelombang migrasi.  Gelombang pertama pada tahun 1900 membuka perkampungan di Josonegoro (Kampung Jawa), sementara gelombang kedua dari Tondano pada tahun 1905 membuka perkampungan di Kaliyoso (Bongomeme) dan perkampungan lainnya di Gorontalo.

Migrasi ini merupakan pengembangan dari komunitas sebelumnya, dengan sebagian dari mereka langsung bermukim di Josonegoro sebelum membuka perkampungan sendiri.

Lebaran Ketupat, juga dikenal sebagai “hari raya ketupat” bagi masyarakat Tondano atau Manado, merupakan tradisi penting yang dirayakan oleh warga Kampung Jawa Tondano sebagai ungkapan syukur setelah menjalani ibadah puasa Ramadan dan puasa Syawal selama enam hari berturut-turut.

Baca Juga :  Adi Dassler: Dari Dapur Sederhana Hingga Mengguncang Dunia Olahraga dengan Adidas

Perayaan ini dilaksanakan pada hari ketujuh bulan Syawal, dengan acara Bakdo Ketupat yang biasanya berlangsung dari pukul 08.00 hingga 11.00.

Setelah acara Bakdo Ketupat, terdapat sesi evaluasi dan perencanaan kegiatan mendatang, diikuti dengan sesi tanya jawab tentang kegiatan ibadah dan kehidupan sosial kelurahan. Acara kemudian dilanjutkan dengan santap bersama, yang menu utamanya adalah ketupat.

Makna filosofis dari Lebaran Ketupat tercermin dalam tradisi ini, dengan kata “ketupat” yang berasal dari “ngaku lepat” yang artinya “mengakui kesalahan”.

Makanan ketupat menjadi simbol penting dalam masyarakat Jawa, di mana tamu diharapkan memakannya sebagai pertanda kesediaan untuk saling memaafkan.

Baca Juga :  Adam Malik, Antara Triumvirat Kekuasaan dan Bayangan CIA dalam Sejarah Indonesia

Tradisi Lebaran Ketupat juga memiliki nilai politik dan pendidikan. Bagi masyarakat Jawa Tondano, perayaan ini merupakan momen untuk mempererat tali silaturahim, namun juga menjadi ajang politik dengan pemasangan spanduk atau baliho di berbagai tempat.

Secara pendidikan, tradisi Lebaran Ketupat menjadi sarana untuk komunikasi, interaksi, menghargai, dan menghormati antar masyarakat.

Budaya ketupat mengajarkan pentingnya mengakui kesalahan dan saling memaafkan, serta merupakan ungkapan syukur atas limpahan rezeki.

Dalam menghadapi modernisasi, pelestarian tradisi seperti Lebaran Ketupat menjadi penting untuk menjaga nilai-nilai kultural dan kemanusiaan. Pemerintah kelurahan mendukung kegiatan tradisional ini sebagai bagian dari warisan lokal yang berharga.

Baca Juga :  "Puwayo" dan Mitos Larangan Memaki dalam Tradisi Gorontalo

Lebaran Ketupat tidak hanya dirayakan oleh komunitas Jawa Tondano, tetapi juga semakin meluas ke berbagai wilayah di Gorontalo.

Ini menunjukkan pentingnya tradisi ini sebagai bagian dari identitas budaya lokal yang harus dilestarikan dan dihargai.

l

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *