KOMPARASI.ID – Gorontalo kini mendapatkan julukan baru, “Banjirpolitan,” dari Funco Tanipu, seorang sosiolog sekaligus akademisi di Universitas Negeri Gorontalo (UNG).
Julukan ini diberikan bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari berbagai sumber.
Menurut data dari BNPB, frekuensi banjir di Gorontalo mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun.
Dalam periode 2000 hingga 2009, tercatat ada 32 kejadian banjir. Namun, dalam periode 2009 hingga 2017, jumlah kejadian banjir meningkat hampir tiga kali lipat menjadi 113 kali.
“Periode 2009 hingga 2017 menunjukkan peningkatan tajam dalam jumlah kejadian banjir, hampir tiga kali lipat dibandingkan periode 2000 hingga 2009,” ungkap Funco, yang juga merupakan alumni S3 Antropologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Menyikapi fenomena ini, Funco menekankan pentingnya komitmen bersama dalam menjaga lingkungan di Gorontalo.
Data tahun 2017 menunjukkan bahwa luas kawasan hutan di Gorontalo mencapai 764.881 hektar, menurun dibandingkan tahun 2013 yang masih mencapai 824.668 hektar.
Penurunan ini menunjukkan bahwa deforestasi menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya kejadian banjir.
“Perlu ada upaya bersama dari semua pihak untuk menjaga dan melestarikan hutan yang tersisa agar dapat meminimalisir risiko banjir di masa depan,” tambahnya.
Dengan semakin meningkatnya kejadian banjir, Funco mengingatkan bahwa masyarakat harus lebih peduli terhadap lingkungan dan berperan aktif dalam upaya pelestarian alam.
Ini termasuk menjaga kawasan hutan, menghindari penebangan liar, serta mendukung program reboisasi.
Gorontalo menghadapi tantangan besar dalam mengatasi masalah banjir. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengurangi dampak bencana dan menjaga kelestarian lingkungan.
Hanya dengan langkah konkret dan komitmen bersama, julukan “Banjirpolitan” dapat berubah menjadi kenangan masa lalu.