Tim Kuasa Hukum ‘IRIS’ Dampingi Warga Laporkan Dugaan Pelanggaran Netralitas Aparat Kelurahan ke Bawaslu

Avatar

KOMPARASI.ID Seorang warga mengadukan dugaan pelanggaran netralitas aparat kelurahan ke Bawaslu Kabupaten Bone Bolango, Senin (4/11/2024).

Lintje Mantu, seorang warga yang melaporkan kejadian tersebut, mengungkapkan kronologi lengkap alasan ia melaporkan aparat kelurahan ke Bawaslu.

Lintje menjelaskan bahwa awalnya ia mendapat perlakuan tidak menyenangkan saat berada di kantor kelurahan.

Ada statmen bahwa, kalau mau mendata PKH, jangan di data namanya Lintje, dan kalau ada atau bersama pasangan lain maka akan dikeluarkan dari PKH

“Kata mereka Kalau mau mendata jangan di data saya, dan kalau ada di pasangan lain maka saya akan dikeluarkan dari PKH,”tutur Lintje menirukan ucapan seorang yang ditemui di kantor.

Usai Kejadian itu, Lintje mengunggah peringatan di media sosial Facebook yang berbunyi, “Hati-hati kepada aparat kelurahan bersama jajarannya, jangan menakut-nakuti masyarakat penerima PKH.”

Keterangan Foto : Tim Kuasa Hukum Paslon IRIS dampingi warga ke Bawaslu. (Risman/komparasi.id)
Keterangan Foto : Tim Kuasa Hukum Paslon IRIS dampingi warga ke Bawaslu. (Risman/komparasi.id)

Tak lama setelah postingan itu, ia menerima panggilan dari aparat kelurahan untuk datang ke kantor kelurahan. Pada 1 November 2024.

Di sana, lintje mengaku bahwa handphone miliknya diambil dan ia diminta untuk membuat serta menandatangani surat pernyataan di atas materai.

Setelah penandatanganan, lintje menjelaskan bahwa kepala lingkungan satu, menyampaikan padanya, “Ajak kamari pa Torang saja dia ayah, dan saat itu ayah  mengatakan jangan, sebab sudah pasangan mulus (Merlan – Syamsul) yang mo dapa ambe (menang),”jelasnya menirukan.

Fanly Katili, juru bicara tim hukum pasangan Ismet Mile – Risman Tolingguhu (IRIS), turut menanggapi kasus ini.

Fanly menyebut bahwa sebelumnya Lintje telah berkonsultasi dengan tim hukum mereka terkait dugaan pelanggaran pemilu dan intimidasi oleh aparat kelurahan.

“Yang dilaporkan Ibu lintje kepada kami sebelum ke Bawaslu adalah terkait dugaan pelanggaran pemilu dan intimidasi yang dilakukan aparat Kelurahan, yang berlangsung di kantor kelurahan,” ujar Fanly.

Keterangan Foto : Fanly KatiLi, S.Pd,S.H, M.H dan Adv Rio Potale, S.H, M.H dampingi warga ke Bawaslu
Keterangan Foto : Kuasa Hukum Pasangan Ismet-Risman,  Fanly KatiLi, S.Pd,S.H, M.H dan Adv Rio Potale, S.H, M.H dampingi warga ke Bawaslu

Fanly menjelaskan bahwa ancaman tersebut berpotensi memengaruhi beberapa warga yang menerima bantuan PKH, di mana isu pilkada dibawa-bawa dan dikaitkan dengan keberlanjutan bantuan tersebut.

“Ibu lintje sebenarnya ingin meluruskan bahwa PKH adalah program pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah, sehingga penerima bantuan tidak bergantung pada dukungan terhadap pasangan calon tertentu,” tambahnya.

Setelah postingan di Facebook tersebut, lintje kembali ke kantor kelurahan untuk memenuhi panggilan, tetapi handphone miliknya diambil, dan ia diminta menandatangani surat pernyataan.

Dalam keterangannya kepada tim hukum Ismet-Risman, lintje mengatakan bahwa tindakan aparat tersebut telah melanggar netralitas ASN dalam pilkada.

Akhirnya, lintje meminta pendampingan hukum untuk melaporkan kejadian ini ke Bawaslu.

Materi aduan lintje ke Bawaslu mencakup dugaan intimidasi dan keberpihakan aparat kelurahan dan kepala lingkungan yang mengarahkannya untuk mendukung pasangan “Mulus”.

Lintje menyatakan bahwa kepala lingkungan beberapa kali mengajaknya untuk mendukung pasangan tersebut, yang disambut dengan pernyataan bahwa pasangan “Mulus” yang akan menang.

Fanly menambahkan bahwa laporan ini sedang diproses Bawaslu, dengan bukti-bukti yang dilampirkan, seperti video permintaan maaf, foto-foto lintje bersama aparat kelurahan, serta surat pernyataan yang diminta untuk ditandatangani lintje.

“Ini menjadi bukti bahwa peristiwa ini benar terjadi, dan semua bukti, termasuk surat pernyataan, sudah kami sertakan dalam laporan,” ungkap Fanly.

Menurutnya, pendampingan hukum IRIS bukan untuk mencampuri, melainkan sebagai pembelajaran bagi masyarakat bahwa ASN, termasuk aparat kelurahan, harus bersikap netral dalam pilkada.

Kata Fanly dengan adanya peristiwa ini, diharapkan tidak ada lagi intimidasi atau keberpihakan yang dilakukan ASN.

“Kita tahu bahwa petahana hanya cuti sementara, bukan mundur, sehingga dugaan intimidasi yang dialami Ibu lintje ini sangat terkait dengan praktik yang tidak dibenarkan di pilkada,” tutup Fanly.


**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *