Calon Gubernur Hamzah Isa Tak Bisa Mencoblos, Soroti Polemik Aturan Pilkada

Avatar

KOMPARASI.ID – Hari pencoblosan Pilkada serentak, 27 November 2024, menyisakan kekecewaan bagi Calon Gubernur nomor urut 3, Hamzah Isa. Ia tak dapat menggunakan hak suaranya karena terkendala aturan teknis di tempat pemungutan suara (TPS).

Sejak pagi, Hamzah sudah mendatangi TPS untuk mencoblos. Namun, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melarangnya memberikan suara dengan alasan administratif.

“Saya sudah berusaha sejak pagi, tapi tetap tidak diizinkan,” kata Hamzah saat ditemui usai insiden tersebut.

Menurut Hamzah, ia telah membawa KTP elektronik (KTP-el) dan menunjukkan surat edaran yang menyatakan pemilih dapat menggunakan hak suara hanya dengan KTP-el. Namun, KPPS tetap menolak.

“Mereka bilang tidak bisa, karena saya terdaftar di Jakarta. Pindah memilih pada hari H pemilihan tidak diperbolehkan,” ujarnya.

Hamzah menyebutkan, dalam Pasal 19 Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024, disebutkan bahwa pemilik KTP-el yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau Daftar Pemilih Pindahan (DPPh) tetap bisa mencoblos dengan menunjukkan identitas tersebut. Namun, aturan itu rupanya tidak diterapkan secara merata di lapangan.

Keterangan Foto : Tangkapan layar edaran KPU RI
Keterangan Foto : Tangkapan layar edaran KPU RI

“KPPS mengatakan, dalam bimbingan teknis (bimtek) yang mereka terima, hal itu tidak dijelaskan. Saya bahkan diminta mendatangi pihak kelurahan untuk mendapatkan surat pengantar. Tapi di kelurahan, mereka juga menolak menerbitkan surat itu dengan alasan hari pencoblosan sudah tiba,” ungkap Hamzah.

Hamzah mengungkapkan, dirinya baru menerima surat edaran dari KPU pada pukul 23.00 WITA, malam sebelum pemungutan suara. Surat tersebut menjelaskan ketentuan pemilih yang berhak mencoblos berdasarkan Pasal 19 ayat (a) dan (b) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024.

Namun, prosedur teknis di tingkat daerah belum siap mengakomodasi aturan itu.

“Secara logis, penolakan mereka bisa dipahami karena ini pilkada, berbeda wilayah pemilihan. Tapi aturan jelas membolehkan, selama nama saya dihapus dari DPT di Jakarta dan dipindahkan ke Gorontalo,” kata Hamzah.

Hamzah menilai, persoalan ini mencerminkan lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah.

“Surat edaran yang keluar tengah malam itu tidak memberi cukup waktu untuk sosialisasi. Kalau aturan ini disampaikan jauh-jauh hari, mungkin petugas di daerah tidak kebingungan,” ujarnya.

Meski kecewa, Hamzah mengaku menerima keputusan tersebut demi kelancaran pesta demokrasi.

“Saya tidak ingin hal ini menimbulkan gejolak. Biarlah proses berjalan sesuai yang ada. Apapun hasilnya, saya terima dengan legowo,” katanya.

Hamzah juga mengimbau masyarakat untuk tetap semangat menggunakan hak pilihnya.

“Walaupun saya tidak bisa mencoblos, yang penting pilkada berjalan lancar dan kondusif,” tutupnya.


**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *