KOMPARASI.ID – Reses bukan sekadar rutinitas politik, tetapi ruang terbuka bagi warga untuk menyampaikan masalah yang jarang tersentuh.
Itulah yang ditegaskan Hamzah Muslimin, anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Gorontalo, saat menggelar reses terakhir masa sidang 2024–2025 di Kelurahan Liluwo, Kecamatan Kota Tengah, Senin (30/6/2025).
Dalam pertemuan yang dihadiri Lurah Liluwo, perwakilan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas PUPR itu, Hamzah menekankan bahwa reses bukan hanya forum seremonial, tetapi mekanisme konstitusional agar suara warga didengar dan diperjuangkan.
“Reses ini adalah waktu masyarakat untuk menyampaikan apa yang menjadi masalah mereka secara langsung. Kami hadir untuk mendengarkan dan membawa aspirasi itu ke tingkat provinsi,” kata Hamzah.
Salah satu persoalan yang mencuat dalam dialog tersebut adalah soal minimnya bantuan bagi pelaku usaha mikro.
Bantuan senilai Rp1 juta per UMKM dianggap tidak mampu menjawab tantangan ekonomi keluarga, apalagi di tengah naiknya harga bahan pokok.
“Satu juta rupiah tidak cukup untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Idealnya, bantuan itu ditingkatkan menjadi minimal Rp2,5 juta atau bahkan Rp5 juta per pelaku usaha,” tegas Hamzah, politisi dari PDI Perjuangan sekaligus mantan Ketua HIPMI Kota Gorontalo.
Ia menambahkan bahwa peningkatan bantuan harus disertai dengan pendampingan usaha dan akses pasar, bukan sekadar distribusi dana tanpa evaluasi dampak ekonomi.
Lebih jauh, Hamzah mengusulkan agar Pemerintah Provinsi Gorontalo membuka jalur kerja ke luar negeri, terutama Jepang, sebagai solusi jangka panjang bagi tingginya angka pengangguran pemuda.
Menurutnya, skema ini sudah terbukti di sejumlah daerah dan bisa menjadi alternatif konkret untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat.
“Kalau anak-anak kita bekerja di Jepang selama tiga tahun dengan gaji Rp20 juta sampai Rp25 juta per bulan, mereka bisa pulang dengan tabungan dan pengalaman yang bisa jadi modal usaha,” ujarnya.
Usulan itu, kata Hamzah, telah ia sampaikan langsung kepada Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail. Ia menyebut bahwa setiap tahun, ada sekitar 18 ribu lulusan SMA/sederajat di Gorontalo yang membutuhkan arah masa depan yang lebih pasti.
“Pertanyaannya, mau kita kemanakan mereka? Pemerintah harus mulai memikirkan solusi yang konkret dan berkelanjutan,” tutup Hamzah.
Reses ini menjadi ruang refleksi tentang tantangan ekonomi lokal: dari lemahnya daya dukung terhadap UMKM, hingga belum adanya jalur kerja luar negeri yang terintegrasi.
Hamzah menegaskan, dorongan semacam ini bukan hanya soal anggaran, tapi soal visi pembangunan jangka panjang untuk generasi muda Gorontalo.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel