Politik, Antara Pendidikan dan Ambisi Kekuasaan

Ilustrasi antara politik di Yunani Kuno dan politik modern
Keterangan : Ilustrasi antara politik di Yunani Kuno dan politik modern

KOMPARASI.ID,Ulasan – Sejak zaman Yunani Kuno, politik telah menjadi fondasi bagi demokrasi yang kita kenal hari ini. Athena, dengan konsep demokratia (kekuasaan rakyat), memperkenalkan sistem partisipasi politik yang terbuka bagi warga negara.

Namun, bahkan di masa tersebut, politik sudah sering diwarnai persaingan kekuasaan yang sarat dengan intrik. Seiring perkembangan zaman, transformasi politik membawa perubahan besar, tetapi satu hal yang tetap konstan adalah kecenderungan politikus untuk saling menjatuhkan demi kekuasaan.

Saat ini, politik justru sering menjadi ajang “sikut menyikut”, bukan lagi sebagai ruang pendidikan bagi masyarakat tentang demokrasi yang adil dan inklusif. Mengapa hal ini terus terjadi?

Politik sebagai Arena Perebutan Kekuasaan

Jika menengok sejarah, persaingan dalam politik bukanlah hal baru. Dari Yunani Kuno hingga politik modern, motif dasar politik adalah perebutan kekuasaan.

Ketika Yunani runtuh dan Kekaisaran Romawi berkuasa, bentuk-bentuk demokrasi langsung mulai pudar. Namun, keterlibatan rakyat tetap hidup dalam demokrasi representatif, yang di kemudian hari menjadi landasan sistem politik modern.

Meski sistem ini dirancang untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, kenyataannya politik semakin menjadi alat untuk meraih kekuasaan pribadi atau kelompok.

Baca Juga :  Pendaftaran Koperasi Desa dan Aroma Bagi-Bagi Jatah Notaris

Di era modern, munculnya partai politik dan pemilu sebagai ajang perebutan kekuasaan kerap diwarnai dengan praktik politik yang kurang mendidik, bahkan merusak demokrasi itu sendiri.

Manipulasi dalam Politik Modern

Kemajuan teknologi dan media sosial juga berkontribusi dalam mengubah wajah politik. Di satu sisi, media memungkinkan penyebaran informasi secara luas dan cepat, namun di sisi lain, media juga sering digunakan untuk memanipulasi opini publik. Politik yang seharusnya menjadi sarana pendidikan malah terjebak dalam lingkaran disinformasi dan propaganda.

Politik modern, baik di negara maju maupun berkembang, sering kali didorong oleh ambisi kekuasaan yang berlebihan. Kampanye hitam, penyebaran berita bohong, dan retorika populis menjadi strategi umum dalam merebut hati pemilih. Sayangnya, taktik semacam ini hanya memperkeruh suasana, merusak integritas demokrasi, dan menciptakan masyarakat yang terpolarisasi.

Masyarakat yang Terpinggirkan

Ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin lebar juga mempengaruhi dinamika politik. Politik sering kali didominasi oleh elite dengan akses sumber daya lebih besar, sementara masyarakat kelas bawah justru terpinggirkan.

Para politikus cenderung memanfaatkan isu-isu sensitif, seperti agama, ras, atau kebangsaan, untuk menarik dukungan, tetapi mengabaikan substansi dari politik itu sendiri.

Baca Juga :  Menuju KONI sebagai Pusat Ekonomi Olahraga, Jeffry Rumampuk Prioritas Gagas Sport Industri 

Ini juga diperparah oleh kurangnya pendidikan politik yang memadai di banyak negara. Masyarakat tidak sepenuhnya memahami hak dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara, sehingga rentan terjebak dalam janji-janji politik yang dangkal.

Mengapa Politik Gagal Mendidik?

Pada dasarnya, politik idealnya berperan dalam membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya demokrasi. Namun, dalam praktiknya, banyak politisi memilih jalan pragmatis, lebih berfokus pada kemenangan jangka pendek daripada mendidik masyarakat.

Polarisasi politik dan kepentingan elit juga menjadi penghambat besar dalam mewujudkan demokrasi yang benar-benar mendidik.

Selain itu, sikap pragmatis politisi dalam memanfaatkan setiap celah untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan menjauhkan mereka dari misi utamanya: melayani kepentingan publik.

Harapan Bagi Politik yang Mendidik

Meski situasi politik saat ini tampak penuh dengan masalah, masih ada harapan untuk menciptakan politik yang mendidik.

Beberapa politisi dan gerakan baru mulai mendorong keterbukaan, transparansi, dan pendidikan politik bagi masyarakat. Mereka mencoba memperbaiki sistem dari dalam dengan menawarkan alternatif yang lebih sehat dan demokratis.

Baca Juga :  Amnesia Kepahlawanan 

Perjalanan panjang politik, dari Yunani Kuno hingga era modern, menunjukkan bahwa politik selalu menjadi arena kompetisi kekuasaan.

Namun, kita perlu mempertanyakan, apakah politik akan terus terjebak dalam sikut menyikut, atau akan kembali ke prinsip dasarnya untuk mendidik masyarakat?

Tantangan kita adalah membangun ruang politik yang lebih sehat dan demokratis, di mana masyarakat benar-benar dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, bukan sekadar menjadi alat untuk meraih kekuasaan.

Ini bukanlah tugas yang mudah, tetapi upaya untuk menciptakan demokrasi yang lebih substansial harus terus diperjuangkan.

l

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *