KOMPARASI.ID – Meskipun Tiongkok telah menjadi salah satu negara terdepan dalam penerapan sistem pembayaran non-tunai, sistem ini belum sepenuhnya inklusif.
Sara Hsu, profesor dari University of Tennessee, menyoroti bahwa sistem ini belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu kelompok yang paling terdampak adalah warga lanjut usia yang masih terbiasa dengan uang tunai. Banyak dari mereka kesulitan beradaptasi dengan teknologi pembayaran digital yang kini dominan di Tiongkok.
Dalam beberapa tahun terakhir, media pemerintah memuji pencapaian Tiongkok sebagai negara dengan tingkat transaksi non-tunai yang tinggi.
Xinhua, kantor berita resmi Tiongkok, melaporkan bahwa uang tunai hanya menyumbang 3,7% dari total uang yang beredar di negara tersebut.
Namun, di balik angka-angka ini, terdapat kelompok masyarakat yang masih belum siap beralih sepenuhnya ke pembayaran digital. Lansia, khususnya, seringkali merasa kesulitan dengan teknologi ini.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan inklusivitas sistem pembayaran.
Pada Desember lalu, Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) dan Administrasi Negara Pertukaran Asing merilis pedoman yang bertujuan memudahkan transaksi bagi pengunjung asing.
Pedoman ini mencakup peningkatan jumlah bisnis dan ATM yang menerima kartu asing, serta memudahkan penggunaan dompet elektronik oleh wisatawan asing. Kebijakan ini dirancang untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih ramah bagi semua orang.
Langkah lainnya termasuk penerapan taksi di Shanghai yang menerima kartu kredit asing. Pada April, 50 taksi di Shanghai mulai beroperasi dengan sistem ini, dan diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 2.000 taksi pada bulan November.
Inisiatif ini bertujuan untuk mempermudah wisatawan asing yang tidak memiliki akses ke sistem pembayaran digital lokal.
Pengemudi taksi juga diwajibkan membawa uang tunai untuk memberikan kembalian, sesuai dengan kebijakan inklusivitas pemerintah.
Selain itu, PBOC bersama dengan beberapa kementerian lain telah mengeluarkan pemberitahuan bersama yang mengharuskan otoritas perdagangan setempat untuk memastikan pengecer menerima uang tunai dan pembayaran asing.
Pedagang di kawasan bisnis dan wisata utama harus siap menerima pembayaran dari wisatawan asing. Toko-toko yang melayani kebutuhan sehari-hari, seperti pasar, toko sarapan, dan apotek, juga diinstruksikan untuk tetap menerima uang tunai dari warga.
Namun, terlepas dari berbagai inisiatif ini, Liu Yau-li yang telah sering membawa wisatawan ke Tiongkok mengatakan bahwa perubahan ini belum terlihat nyata di lapangan.
Meskipun ada aturan bahwa penggunaan uang tunai tidak boleh ditolak, masih banyak tempat yang belum mematuhi aturan ini. Kondisi ini membuat wisatawan dan warga lansia tetap kesulitan dalam bertransaksi.
Menurut Profesor Sun Baohong, kebijakan baru ini merupakan pengakuan atas adanya celah dalam sistem pembayaran digital Tiongkok.
Pemerintah Tiongkok berupaya menciptakan lingkungan keuangan yang lebih inklusif, namun tetap mempertahankan arah menuju digitalisasi penuh.
Langkah ini menunjukkan komitmen Tiongkok untuk memastikan semua orang, termasuk lansia dan pengunjung asing, dapat berpartisipasi dalam ekonomi modern.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel