KOMPARASI.ID – Sebagai seorang profesor lingkungan hidup dan juga Calon Gubernur Provinsi Gorontalo, Nelson Pomalingo memiliki tekad yang kuat untuk mewujudkan visi Gorontalo Hijau.
Komitmennya terhadap lingkungan sudah tampak sejak ia menjabat sebagai Bupati.
Dalam perbincangan yang hangat, Nelson mengungkapkan pandangannya mengenai, pentingnya melestarikan alam di tengah perubahan iklim yang semakin nyata dirasakan masyarakat Gorontalo.
“Sebelum saya cuti setelah banjir kemarin di Kota Gorontalo dan longsor di Bone Bolango, sejak awal saya menjabat Bupati, salah satu program kami adalah menjaga lingkungan hidup,” ujarnya dengan penuh semangat.
Sebagai pasangan dari Sang Patriot, Nelson membawa lima misi besar, salah satunya adalah tentang pembangunan berkelanjutan yang erat kaitannya dengan masalah lingkungan hidup, seperti banjir, longsor, serta kerusakan hutan dan pegunungan.
Semua ini, kata Nelson, menjadi perhatian utama dalam pembangunan Gorontalo ke depan.
Perubahan iklim yang terjadi di Gorontalo, menurutnya, sudah sangat terasa.
“Sekarang suhu di Gorontalo lebih panas dibandingkan sebelumnya. Pada 2015, suhu rata-rata di sini 26,8 derajat Celsius, namun pada 2023, kami mencatat suhu tertinggi yang mencapai 35,2 derajat Celsius. Ini adalah suhu harian terpanas dalam 30 tahun terakhir,” jelasnya.
Perubahan iklim yang begitu signifikan ini bukanlah sekadar teori, melainkan sudah menjadi kenyataan yang dirasakan oleh seluruh masyarakat Gorontalo.
Para petani, lanjut Nelson, mengungkapkan bahwa suhu yang semakin panas sangat mempengaruhi pekerjaan mereka di lahan.
“Dulu, saat mereka pergi ke ladang, tidak separah sekarang. Perubahan iklim sudah sangat nyata, maka kita harus mulai mengatasi ini dari diri kita sendiri,” ujar Nelson, yang juga dikenal sebagai seorang akademisi di bidang lingkungan hidup.
Mengenai pembangunan infrastruktur, Nelson menekankan pentingnya melakukan analisis dampak lingkungan sebelum melaksanakan proyek.
“Sebelum membangun, kita harus memastikan bahwa pembangunan tersebut tidak merusak alam. Jika pembangunan itu tidak memberikan dampak yang signifikan, maka harus dilaksanakan dengan memperbesar dampak positif dan memperkecil dampak negatifnya,” tandasnya.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga menjadi fokus dalam misi Nelson. Ia menegaskan pentingnya penataan wilayah yang mempertahankan kelestarian alam, termasuk pemeliharaan hutan.
“Minimal 30 persen hutan harus tetap terjaga, 30 persen lainnya untuk budidaya yang ramah lingkungan, dan sepertiga sisanya untuk pemukiman, termasuk hutan kota,” paparnya.
Nelson juga mengungkapkan kekhawatirannya tentang berkurangnya ruang terbuka hijau di Kota Gorontalo.
Jika kita melihat kondisi Kota Gorontalo saat ini, hampir tidak ada lagi area hijau. Ke depan, ini akan menjadi perhatian bersama dengan Walikota, terutama sawah-sawah yang ada, kemungkinan besar tidak bisa dipertahankan.
“Maka, kita perlu memetakan wilayah-wilayah yang perlu dipertahankan dan yang bisa digunakan untuk pembangunan,” tambahnya.
Untuk mencapainya, Nelson memiliki konsep yang ingin ia kolaborasikan dengan Walikota Gorontalo.
Salah satunya adalah mengembangkan kawasan konservasi kota tua, seperti yang ada di empat kota di Sulawesi, termasuk Gorontalo.
“Kota tua adalah kebanggaan dan sejarah, oleh karena itu kita harus mempertahankannya sebagai wilayah konservasi,” tegasnya.
Selain itu, penataan perdagangan dan pemukiman juga menjadi agenda penting. Nelson melihat, hampir semua orang di Kota Gorontalo terlibat dalam perdagangan, sehingga perlu adanya penataan.
“Misalnya, tempat penjualan handphone harus dipusatkan di satu lokasi, begitu juga dengan tempat kuliner. Semangat berdagang luar biasa, tetapi ini perlu diatur agar lebih terorganisir,” ungkapnya.
Ia juga mengusulkan konsep pemanfaatan lahan persawahan yang lebih bijaksana.
“Ada sawah yang bisa dipertahankan sebagai lahan pertanian, tetapi ada juga yang bisa diubah menjadi taman kota, seperti kolam besar untuk tempat penampungan air,” lanjutnya.
Nelson mengingatkan bahwa penghijauan di perkotaan tetap bisa dilakukan dengan berbagai cara.
“Menanam pohon tidak harus selalu di dalam tanah. Kita bisa menggunakan pot bunga besar atau bahkan metode hidroponik untuk tetap menghadirkan kehijauan di tengah kota,” katanya, sambil mengingatkan pentingnya inovasi dalam menciptakan lingkungan yang lebih hijau.
Contoh yang ia ambil adalah kota Ehime di Jepang, yang meski merupakan kota industri, masih mempertahankan sawah di tengah perkotaan.
“Kota ini menunjukkan bahwa dengan perencanaan yang baik, sawah dan ruang terbuka hijau masih bisa ada di kota yang padat industri,” tambahnya.
Tak hanya itu, Nelson juga menyarankan agar wilayah pertambangan di Gorontalo ditata dengan lebih baik.
Ia menilai tambang memiliki peran penting dalam pembangunan daerah karena memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, hal itu harus disertai dengan perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
“Tambang harus tetap dikembangkan, tapi dengan catatan, hubungan pengusaha dan masyarakat harus adil. Jangan sampai hanya pengusaha yang diuntungkan, sementara rakyat menderita. Selain itu, dampak lingkungan harus diminimalkan,” tegas Nelson.
Dengan segala visi dan komitmennya terhadap lingkungan, Nelson Pomalingo berjanji akan terus berusaha menciptakan Gorontalo yang lebih hijau, lestari, dan ramah lingkungan, tanpa mengabaikan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat.
“Jika dua hal ini bisa dijalankan, insya Allah tidak ada masalah, rakyat terperhatikan dan lingkungan tetap terjaga,” tutupnya dengan penuh keyakinan.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel