Perjuangan Udin Akuba, Menjahit Harapan di Tengah Sepinya Pasar Sentral Gorontalo

Avatar

KOMPARASI.ID Sore itu, saat matahari mulai condong ke barat, seorang pria paruh baya duduk di sudut Pasar Sentral Kota Gorontalo.

Di depan lapaknya yang sederhana, ia memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang.

Dengan baju polo putih dan celana pendek hitam, ia mengutak-atik benang nilon di atas kas jahit kecil.

Pria itu adalah Udin Akuba (60), seorang penjahit sol sepatu yang sudah lebih dari tiga dekade menggantungkan hidupnya di pasar ini.

Setiap pagi, Udin membuka lapak kecilnya dengan penuh harap.

Ia telah memulai pekerjaan ini sejak 1983, menjadi saksi transformasi Pasar Sentral dari lapak tradisional hingga pasar modern.

“Dulu pasar ini selalu ramai,” kenangnya. Namun, renovasi yang semula diharapkan meningkatkan kunjungan justru membuat pasar kehilangan denyutnya.

Keahlian yang Ditempa Waktu

Keahlian Udin menjahit sol sepatu diperoleh secara otodidak.

Dengan hanya bermodalkan benang nilon dan obeng, ia mampu memperbaiki sepasang sepatu dalam waktu sekitar 20 menit.

Harga jasanya berkisar antara Rp15 ribu hingga Rp20 ribu, tergantung tingkat kesulitan.

Sepatu berbahan kulit dengan sol tebal, menurutnya, menjadi tantangan tersulit.

Namun, kerja kerasnya tidak selalu berbuah manis. Ada pelanggan yang membayar kurang dari kesepakatan.

“Terkadang sudah sepakat Rp20 ribu, tapi yang dibayar cuma setengahnya. Saya tetap terima,” ujarnya dengan nada pasrah.

Keterangan Foto: menggantung hidup di setiap orderan jahitan sepatu. (KOMPARASI.ID/Randa Dimaling)
Keterangan Foto: Udin tengah asik menjahit sepatu di Pasar Sentral. (KOMPARASI.ID/Randa Dimaling)

Perjuangan di Tengah Pandemi dan Sepinya Pasar

Pendapatan Udin yang sebelumnya mencapai Rp100 ribu hingga Rp200 ribu per hari kini menurun drastis.

Renovasi pasar dan pandemi Covid-19 menjadi pukulan berat.

Banyak pelanggan yang tidak lagi datang, dan ia harus berjuang lebih keras untuk menghidupi keluarganya.

“Dulu sebelum direnovasi, pasar ini masih ramai. Sekarang sepi sekali, dapat Rp100 ribu saja sudah susah,” keluhnya.

Mirisnya, sejak memulai usaha, Udin mengaku belum pernah menerima bantuan modal dari pemerintah, meskipun sering didata.

“Dari dulu selalu ada yang datang mendata, tapi bantuannya tidak pernah saya terima,” kata Udin.

Harapan pada Pemimpin Baru

Di usianya yang sudah senja, Udin menyimpan harapan besar pada wali kota terpilih.

Ia berharap ada kebijakan nyata untuk menghidupkan kembali Pasar Sentral dan membantu pedagang kecil seperti dirinya.

“Semoga wali kota yang baru bisa memperhatikan kami. Jangan hanya janji, tapi ada aksi,” ujarnya penuh harap.

Kisah Udin adalah potret kecil dari kehidupan pedagang kecil di Gorontalo yang terus berjuang di tengah tantangan.

Di balik deretan kios dan lapak sederhana di Pasar Sentral, tersimpan harapan dan cerita tentang keteguhan hidup yang layak didengar.


**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *