Peningkatan Kasus HIV/AIDS di Gorontalo: Keberhasilan Deteksi Dini atau Ancaman Penyebaran?

KOMPARASI.ID – Kasus HIV/AIDS di Gorontalo terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, lonjakan ini tidak hanya mencerminkan penyebaran yang semakin luas, tetapi juga keberhasilan sistem deteksi dini yang semakin efektif.

Dengan semakin aktifnya tenaga kesehatan dan pendamping komunitas dalam menjangkau populasi rentan, kasus yang sebelumnya tidak teridentifikasi kini mulai terdata.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Gorontalo, Sabrin Panigoro, menyebut bahwa peningkatan jumlah kasus yang terdeteksi adalah bukti bahwa sistem surveilans bekerja lebih baik.

Menurutnya, peran petugas lapangan, seperti tenaga kesehatan puskesmas, pendamping pasien, serta penjangkau komunitas, sangat krusial dalam menemukan kasus sejak dini.

“Bertambahnya kasus itu bukan karena lonjakan tiba-tiba, tetapi karena kinerja tim lapangan yang semakin baik. Begitu ada dugaan kasus, mereka segera melaporkan ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Sabrin saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (3/2/2025).

Keberhasilan deteksi dini ini juga didukung oleh edukasi yang terus digalakkan di berbagai lapisan masyarakat.

KPA bersama tenaga kesehatan telah memberikan pelatihan kepada warga peduli HIV/AIDS di desa-desa, serta melakukan penyuluhan bagi siswa sekolah, mahasiswa, dan komunitas rentan.

Mereka dibekali pemahaman mengenai tanda-tanda awal HIV/AIDS, seperti kandidiasis oral, bercak putih di dalam mulut yang menyerupai sariawan tetapi lebih parah serta diare berkepanjangan dan penurunan berat badan drastis.

Baca Juga :  Ismet Mile dan Risman Tolingguhu Resmi Menang di Pilkada Bone Bolango

Bagi mereka yang mengalami gejala tersebut, tenaga kesehatan maupun masyarakat diharapkan dapat segera mengarahkan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

Langkah ini penting agar penderita dapat segera menjalani pengobatan sebelum virus berkembang lebih lanjut dalam tubuh.

Stigma, Hambatan Terbesar dalam Penanganan HIV/AIDS

Selain deteksi dini, pendampingan terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menjadi perhatian utama dalam penanggulangan penyakit ini.

Sabrin menegaskan bahwa seseorang yang rutin mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) dapat menjalani hidup normal tanpa kendala berarti.

“Selama mereka rutin mengonsumsi obat, mereka bisa tetap hidup normal seperti masyarakat lainnya. Tantangan terbesarnya adalah stigma. Jika masyarakat bisa lebih menerima mereka, maka ODHA akan lebih terbuka untuk berobat tanpa rasa takut,” katanya.

Stigma terhadap ODHA masih menjadi penghalang utama dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Gorontalo.

Banyak penderita yang enggan melakukan pemeriksaan atau menjalani pengobatan karena khawatir akan diskriminasi sosial.

Padahal, dengan pengobatan yang tepat, ODHA bisa menjalani hidup sehat tanpa menularkan virus ke orang lain.

Baca Juga :  Pelestarian Malahengo Menyelamatkan Flora Endemik Gorontalo yang Terancam Punah

Tren Kasus HIV/AIDS di Gorontalo

Data terbaru dari Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mencatat 1.211 kasus HIV/AIDS sejak 2001 hingga 2024.

Kabupaten Gorontalo menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi, yakni 358 kasus, disusul Kota Gorontalo dengan 326 kasus.

Sementara itu, Kabupaten Bone Bolango mencatat 163 kasus, Kabupaten Boalemo 119 kasus, Kabupaten Pohuwato 145 kasus, dan Kabupaten Gorontalo Utara 100 kasus.

Sabrin mengungkapkan bahwa faktor utama penyebaran HIV/AIDS di Gorontalo adalah hubungan seksual berisiko tanpa pengaman, baik antar sesama jenis maupun berbeda jenis.

Selain itu, tingginya mobilitas penduduk juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengendalian penyebaran virus ini.

“Penyebab utamanya adalah hubungan seksual berisiko, misalnya sesama lelaki atau antara perempuan dan laki-laki tanpa pengaman. Selain itu, orang dari berbagai daerah kini lebih mudah masuk ke Gorontalo, dan kita tidak tahu apakah mereka membawa virus atau tidak,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat untuk mengenali gejala awal HIV/AIDS.

Beberapa tanda yang perlu diwaspadai antara lain gangguan tidur, keringat malam berlebihan, serta diare yang tidak kunjung sembuh meskipun sudah mendapatkan pengobatan.

Baca Juga :  Film 'Lafran Pane' Memukau Ribuan Kader HMI dan KAHMI di Gorontalo 

“HIV memiliki masa inkubasi yang panjang, bisa bertahun-tahun tanpa gejala. Saat gejala mulai muncul, itu berarti jumlah virus dalam tubuh sudah banyak dan daya tahan tubuh mulai menurun,” jelasnya.

Upaya menekan angka kasus HIV/AIDS tidak bisa hanya bertumpu pada tenaga kesehatan. Partisipasi aktif masyarakat dalam pencegahan dan deteksi dini menjadi kunci utama dalam pengendalian virus ini.

Mengadopsi gaya hidup sehat serta menghindari perilaku berisiko menjadi langkah preventif yang harus terus digalakkan.

KPA berharap bahwa dengan semakin gencarnya edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat, jumlah kasus baru dapat ditekan.

Jika stigma terhadap ODHA dapat dikikis, maka peluang untuk mengendalikan epidemi ini akan semakin besar.

l

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *