KOMPARASI.ID – Pada 21 April 1879 di Desa Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Lahir seorang perempuan bernama Raden Ajeng Kartini yang kelak, akan memimpin perjuangan perempuan di tanah air dan dirayakan sebagai bentuk keberpihakan pada nalar kesetaraan.
Kartini lahir dan tumbuh dalam lingkungan ningrat. Bapaknya seorang Bupati dan ibunya putri seorang Kiai.
Ia dipingit ketika berusia 12 tahun dan beruntungnya ia mengeyam pendidikan yang cukup baik. Ia bergema dalam semboyannya yang berbunyi “habis gelap, terbitlah terang.”
Kartini juga tumbuh dalam sekuel memoar sekaligus pengalaman patriarki yang membekas.
Bagi Kartini, pemikiran patriarki merupakan “anomali” dalam masyarakat, wabilkhusus bagi kaum perempuan. Ketika asas dan hak-hak perempuan tidak dipenuhi karena faktor perbedaan jenis kelamin.
Maka subordinasi dan eksploitasi lah yang terjadi, bahkan selama berabad-abad yang lampau, hanya karena ia, makhluk yang disebut “perempuan” itu memiliki fisik yang sedikit lebih rentan dari laki-laki dan tidak memiliki banyak peran di ruang publik.
Konstruksi superioritas semacam ini, kian menjadi rantai pengikat patriarki dan Kartini hadir sebagai salah satu dari sekian banyak perempuan di tanah air, yang terpanggil jiwanya untuk berjuang. Kartini menjadi “Role Model” bagi generasi masa kini.
Meskipun “emansipasi” perempuan memang tidak melulu soal Kartini, tapi tentu Kartini tak boleh diabaikan begitu saja. Termasuk dalam ikhwal pendidikan.
Ketidaksetaraan dalam ikhwal pendidikan antara perempuan dan laki-laki yang juga berkaitan erat dengan tradisi “pingit”, sehingga dari itulah perempuan tidak bisa bereksplorasi, termasuk untuk berpendidikan tinggi.
Dengan kata lain, seorang perempuan yang telah dipingit, bak seekor burung yang bernyawa dalam sangkar.
Hal serupa juga pernah diperjuangkan oleh seorang perempuan bernama Mary Wollstonecraft, tokoh femins asal Inggris sekitar paruh abad ke-18.
Mary, dalam esainya yang berjudul “A Vindication of the Rights of Woman”, menyebut bahwa, “pikiran tidak memiliki jenis kelamin”, argumen kesetaraan ini bergema keseluruhan dunia dan memberi pengaruh yang amat besar.
Baik Kartini maupun Mary, keduanya memiliki jalan perjuangan yang sama. Seturut dengan energi kesetaraan yang terus mengalir, perlawanan yang terus dibentuk dan dilakukan.
Perempuan ingin sama dihadapan apa pun. Sebentuk keyakinan bilamana manusia lahir dan terberai di dunia dalam keadaan absah dan setara.
Di era modern kini, emansipasi terus bermanifestasi dalam pelbagai bentuk dan gerakan. Ia tidak lagi hanya sekadar melintas di surat kabar atau menjadi serapan di meja makan bagi kaum terdidik.
Namun dalam gerakan-gerakan sosial yang lebih masif dan terorganisir, komunitas-komunitas semacam NGO (A non-governmental organization), hadir dalam bentuk nyata keprihatinan.
Lewat program-program dan demikian lahirlah apa yang disebut sebagai “desa binaan”, guna mengawasi dan beberapa di antaranya konsen terhadap isu-isu perempuan dan anak.
Demikian, langkah ini dianggap efektif dan juga preventif dalam menerjemahkan eksklusivitas perempuan di ruang-ruang publik, yang kerap menjadi hambatan.
Terutama edukasi dalam kacamata “gender” yang begitu penting, seturut dengan menggali berbagai potensi.
Semisal, membantu perempuan kaluar dari rute subordinatif, pencegatan terhadap pelecahan seksual perempuan dan anak, mendorong ekonomi kreatif, hingga keterlibatan perempuan dalam politik.
Akhirul kata, Kartini-isme bukan hanya sekadar perayaan simbolis tentang emansipasi perempuan dengan ragam lanskap dan ucapan.
Kartini sejati adalah mereka yang bergumul di pelosok-pelosok desa. Membantu mereka, tiap-tiap perempuan yang sebenarnya begitu asing bagi kita demi menemukan jati diri serta cita-citanya.
Semakna dengan ungkapan Kartini: “Cita-cita itu ialah memperindah martabat manusia, memuliakannya, mendekatkan pada kesempurnaan.”
dalam Brieven Aan Mevrouw R.M. Abendanon Mandri En Haar Echtgenoot Met Andere Documenten.
Penulis : Mega Anastasya Diska Mokoginta
(Pengiat sosial dan Aktivis perempuan)
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel