Rongki Ali Gobel Pertanyakan Komitmen Gubernur Solusi bagi Tambang Rakyat yang Masih Kabur

Avatar

KOMPARASI.ID Aksi PT Gorontalo Mineral (GM) yang diduga semakin gencar meminta masyarakat mengosongkan area tambang di Suwawa, Bone Bolango, menuai penolakan keras.

Perusahaan tambang ini dianggap mengabaikan nasib warga yang telah bergantung pada pertambangan rakyat selama puluhan tahun.

Rongki Ali Gobel, Direktur LBH Yadikdam sekaligus Sekretaris DPC Peradi Gorontalo, menilai langkah-langkah yang diambil perusahaan tidak disertai perlindungan terhadap masyarakat lokal.

Ia mempertanyakan komitmen Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, yang sebelumnya mengklaim akan hadir sebagai solusi.

“Pak Gubernur bilang akan menjadi solusi, tapi masyarakat belum merasakan apa-apa,” kata Rongki kepada wartawan, Senin (21/4/2025).

Situasi ini, menurutnya, memburuk sejak terbitnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk PT GM dari Kementerian ESDM pada Februari 2019. Sejak saat itu, lanjutnya, pemerintah daerah cenderung pasif.

“Selama ini baik pemerintah provinsi maupun kabupaten seperti membiarkan. Tidak terlihat keberpihakan kepada masyarakat penambang,” tegas Rongki.

Ia menegaskan bahwa masyarakat Suwawa sejak 1991 telah mengelola wilayah tersebut secara turun-temurun sebagai tambang rakyat.

Karena itu, mereka menuntut agar lahan tersebut dilegalkan melalui izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebagaimana diamanatkan Pasal 24 UU No. 4 Tahun 2009.

“Alih-alih diberi pengakuan legal, masyarakat justru disuruh angkat kaki dan lahan mereka dialihkan ke korporasi. Ini jelas bentuk ketidakadilan,” ujarnya.

Lebih jauh, Rongki menyebut skema Corporate Social Responsibility (CSR) PT GM yang mengarahkan warga menjadi karyawan bukan solusi.

Ia khawatir kondisi ini justru memicu konflik horizontal yang lebih luas.

“Warga dipaksa meninggalkan profesi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Lalu ditawarkan pekerjaan sebagai buruh tambang di perusahaan yang menggusur mereka. Itu bukan jalan keluar,” kata dia.

Ia mendesak Gubernur Ismail agar tidak berhenti pada pernyataan normatif semata.

Solusi yang dimaksud harus menyentuh akar persoalan, keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal.

“Pemerintah harus membuka ruang bagi pertumbuhan ekonomi rakyat, bukan justru menyerahkan seluruh wilayah kepada tambang skala besar yang hanya menguntungkan segelintir pihak,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *