Peternak Bingung, Produksi Jalan Untung Hilang

Avatar

KOMPARASI.ID Kelebihan pasokan ayam kembali terjadi. Bukannya jadi kabar baik, justru jadi mimpi buruk bagi para peternak.

Harga ayam hidup (livebird) jatuh di bawah biaya pokok produksi (HPP), dan kerugian pun tak terhindarkan.

Pemerintah turun tangan, tapi sejauh ini, hasilnya belum menetas jadi solusi.

“Sudah dua minggu ini kami diajak duduk bersama oleh Kementan, Bapanas, dan Menko Pangan. Tapi di lapangan, harga belum juga menyentuh HPP,” ujar Sugeng Wahyudi, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), dilansir dari CNBC Indonesia, Rabu (23/4/2025).

Kondisi ini seakan mengulang pola tahunan: produksi ayam terus digenjot, sementara serapan pasar tak diatur dengan baik.

Pemerintah, lewat Kementan, cenderung menitikberatkan pada capaian produksi, tanpa cukup memberi ruang pada aspek distribusi dan kesejahteraan peternak.

“Produksi ayam berlebih selalu jadi kebanggaan. Tapi kalau harganya bikin peternak rugi, siapa yang diuntungkan?” kata Sugeng.

Kelebihan pasokan direspons pasar dengan penurunan harga. Sementara itu, jalur distribusi ayam masih didominasi pola lama, ayam hidup dilempar ke pasar tradisional, tanpa pemrosesan.

Optimalisasi Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) pun nyaris stagnan.

“Kalau pelaku usaha masih bergantung ke pasar becek, tanpa olahan atau pemotongan, ya begini terus jadinya. RPHU harusnya jadi bagian dari solusi,” tambah Sugeng.

Di sisi lain, program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan penanganan stunting seharusnya bisa berfungsi sebagai penyangga pasar.

Namun realisasinya belum terasa. Salah satu yang mulai berjalan, menurut Sugeng, adalah program dari Badan Pangan Nasional.

“Setidaknya dari program stunting, ada aliran ayam dari kandang yang bisa dimanfaatkan,” katanya.

Tantangan berikutnya adalah koordinasi antar lembaga. Didirikannya Kementerian Koordinator Bidang Pangan semestinya bisa menjembatani kepentingan antara produksi dan pasar.

Tapi tanpa arah dan keberanian mengambil keputusan lintas sektor, lembaga baru ini hanya akan jadi penonton dari drama tahunan: kelebihan pasokan, harga anjlok, peternak menjerit.

“Harus ada sinergi. Jangan jalan sendiri-sendiri. Kalau terus dibiarkan, gejolak harga kayak sekarang akan terus berulang,” tutup Sugeng.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *