KOMPARASI.ID – Teriakan dukungan memenuhi Azalea Convention Centre, Sabtu (19/7/2025) malam, saat acara puncak pemilihan Duta Guru dan Duta Muda Cinta Bangga Paham (CBP) Rupiah 2025 berlangsung meriah.
Riuh sorakan “wow keren!” menggema dari sisi kiri dan kanan gedung, menyemangati para finalis yang tampil satu per satu.
Puncak acara ini digelar oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Gorontalo, sebagai bagian dari program edukasi nasional CBP Rupiah, bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga, menggunakan, dan menghargai rupiah.
Sebanyak 20 finalis dari kategori Duta Muda dan 20 dari kategori Duta Guru terpilih setelah melalui proses seleksi panjang.
Mayoritas peserta kategori guru berasal dari sekolah formal. Namun, satu nama mencuri perhatian karena berasal dari jalur nonformal.
Fitri Fathia Paramita Kinanti, perempuan yang akrab disapa Kinan ini bukan guru dari sekolah negeri atau swasta unggulan.
Ia merupakan Kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Hutuo Lestari di Kabupaten Gorontalo.
Keterlibatannya dalam ajang ini bermula saat ia membaca poster Bank Indonesia yang membuka pendaftaran bagi seluruh pendidik dari lembaga yang sederajat, termasuk pendidikan nonformal.
“Waktu baca di poster BI dan ternyata dibuka untuk sederajat. Jadi merasa BI memberikan kesempatan bagi pendidikan nonformal juga,” kata Kinan.
Meski awalnya sempat ragu karena hampir semua peserta lain berasal dari sekolah-sekolah favorit di Gorontalo, Kinan tetap melangkah dengan niat kuat.
“Saya hanya berusaha do my best!” ujarnya.
Pada tahap seleksi administrasi, 46 guru dinyatakan lolos. Kinan termasuk di antaranya.
Proses berlanjut ke tahapan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat, yang kemudian dikemas dalam konten media sosial sebagai bahan penilaian.
Uniknya, Kinan melakukan edukasi di daerah-daerah terpencil, jauh dari pusat kota, berbeda dengan peserta lain yang mengajar di sekolah formal di wilayah yang lebih terjangkau.
“Salah satu motivasi saya ikut ajang ini juga untuk mengenalkan pendidikan nonformal ke masyarakat luas,” ungkapnya.

Ketika pengumuman 10 besar, nomor urut 08 milik Kinan disebut. Ia mengaku terkejut, sekaligus bersyukur.
“Nomor 08 ini hoki karena sesuai dengan tanggal lahir saya,” katanya sambil tertawa.
Meski banyak peserta tampil prima saat sesi Public Speech, Kinan tetap rendah hati.
“Pokoknya semua peserta itu sebenarnya pantas untuk jadi juara satu,” katanya.
Pendukungnya malam itu bukan siswa seperti peserta lain, melainkan keluarga kecilnya, suami, anak, dan ibunya.
“Jam segini siswa saya pasti udah istirahat, karena besok harus bekerja. Ada yang ke pasar, narik bentor, ke sawah, atau yang lainnya,” imbuhnya.
Ketika akhirnya namanya disebut sebagai bagian dari 10 besar, Kinan mengaku benar-benar tidak percaya.
Ia bahkan belum memiliki persiapan matang untuk sesi studi kasus yang menentukan.
Sebagai satu-satunya perwakilan dari pendidikan nonformal, Kinan merasa membawa beban moral dan semangat kolektif.
“Saya tidak hanya mewakili PKBM Hutuo Lestari, tapi juga pendidikan nonformal secara keseluruhan,” tegasnya.
Ia ingin menunjukkan bahwa pendidikan nonformal memiliki kualitas dan kompetensi yang setara dengan pendidikan formal.
Menurutnya, banyak proses penilaian bersifat personal, seperti psikotes dan observasi sosial-emosional saat karantina.
“Micro teaching juga kami jalani. Metode mengajar pun sama. Tidak ada bedanya,” jelasnya.
Sebagai Ketua Forum PKBM Kabupaten Gorontalo, Kinan berharap lebih banyak pegiat pendidikan nonformal percaya diri tampil dalam ajang serupa.
“Jangan pernah langsung menjustifikasi diri, dan berpikir bahwa dari sekolah formal yang lebih layak. Karena selagi masih bisa diperjuangkan, ayo sama-sama kita perjuangkan,” pungkasnya.