KOMPARASI.ID – Enam tahun berlalu sejak proses hibah dimulai, persoalan lahan pembangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Provinsi Gorontalo belum juga menemukan titik terang.
Hal ini kembali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Senin (3/11/2025).
Rapat tersebut mempertemukan perwakilan masyarakat pemilik lahan dengan sejumlah instansi terkait, di antaranya Kanwil Kemenkumham, Kanwil BPN Provinsi dan Kabupaten Gorontalo, Dinas PUPR & PKP, serta Pemerintah Kelurahan Hutuo, Kecamatan Limboto.
Sejumlah warga hadir langsung untuk menyampaikan keluhannya atas pembayaran lahan yang hingga kini belum terealisasi.
Dari penelusuran dalam forum, diketahui sekitar 10 bidang lahan di kawasan Hutuo belum memperoleh ganti rugi, meski berkas kepemilikan telah diserahkan sejak 2019.
Akibatnya, warga pemilik lahan berada dalam ketidakpastian, karena tanah mereka tidak lagi dapat dimanfaatkan.
Salah seorang perwakilan warga menyatakan kekecewaannya karena enam tahun menunggu tanpa kejelasan.
Ia bahkan mendengar kabar bahwa pemerintah berencana membatalkan penggunaan lahan tersebut untuk pembangunan Lapas.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Fikram Salilama, menilai kondisi tersebut mencerminkan lemahnya komitmen pemerintah dalam menuntaskan persoalan rakyat.
Ia menegaskan, penundaan pembayaran lahan bukan hanya perkara administratif, tetapi juga menyangkut kepastian hukum dan ekonomi masyarakat.
“Surat-surat tanah mereka sudah di tangan pemerintah sejak 2019, tapi sampai hari ini belum ada pembayaran. Warga tidak bisa lagi menggarap lahannya, bahkan sebagian sudah terlanjur membangun pondasi,” tegas Fikram.
Fikram menambahkan, ketiadaan anggaran pembebasan lahan dalam APBD induk bukan alasan untuk menunda tanggung jawab.
Pemerintah, katanya, masih memiliki ruang untuk melakukan revisi anggaran melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) apabila memiliki kemauan politik yang kuat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Masalah ini harus segera diselesaikan. Tanah rakyat itu harus segera dibayarkan. Tolong diusulkan pembayaran lahan masyarakat untuk tahun 2026, dan kami siap membackup itu,” ujarnya.
Selain persoalan hak warga, Fikram juga menyoroti urgensi penyelesaian lahan karena lokasi tersebut rencananya akan digunakan sebagai tempat relokasi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang kini berada di kawasan rawan banjir dan tidak layak pakai.
“Kami berharap relokasi bisa segera dilakukan karena kondisi lapas sekarang sudah tidak memadai untuk pembinaan anak. Jadi penyelesaian lahan ini juga berdampak pada peningkatan sistem pembinaan mereka,” kata Fikram.
Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo menutup rapat dengan penegasan agar pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret.
Warga berharap kepastian pembayaran segera terealisasi agar hak-hak mereka tidak terus terabaikan.













