Penyelesaian Konflik Pulau Rempang, Tugas Berat Menteri Investasi untuk Rencana Besar

Avatar
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia/sumber foto : eposdigi.com

KOMPARASI.ID – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan tugas padanya untuk menyelesaikan konflik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu (13/9/2023), Bahlil menjelaskan bahwa konflik di Pulau Rempang diduga dipicu oleh beberapa faktor utama.

Pertama-tama, konflik tersebut sebagian besar disebabkan oleh masalah komunikasi dan sosialisasi yang belum berjalan dengan baik, baik antara pemerintah daerah dan warga yang tinggal di kawasan tersebut.

Bahlil mengungkapkan bahwa dirinya telah mengunjungi Pulau Rempang dan berdialog dengan warganya. Sebagian dari mereka telah tinggal di sana cukup lama, sementara sebagian lainnya datang setelah tahun 2004.

Sementara itu, wali kota setempat telah mengeluarkan surat edaran untuk tidak mengeluarkan izin atau alasan apa pun kepada pendatang yang ingin tinggal di sana.

Oleh karena itu, tanah yang ditempati oleh warga saat ini dikuasai oleh negara melalui BP Batam.

Selama kunjungannya ke Rempang, Bahlil juga menghadapi protes dari sebagian warga, namun melalui pembicaraan, mereka berhasil mencapai solusi.

Pemerintah menyediakan pembiayaan bagi warga untuk membangun rumah berukuran 45 meter persegi dengan kompensasi sekitar Rp120 juta.

“Apakah semua masalah telah terselesaikan? Belum sepenuhnya. Proses pembangunan memerlukan waktu 6-7 bulan, dan ada biaya tambahan yang harus dipertimbangkan. Ada aspirasi agar kompensasi yang diberikan kepada warga sedikit ditingkatkan, meskipun perhitungan yang akurat masih perlu dilakukan oleh tim kami,” jelasnya di DPR RI pada Rabu (13/9/2023).

Menurut Bahlil, terdapat masalah terkait perizinan. Awalnya, wilayah Rempang telah mengeluarkan izin kepada enam perusahaan.

Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, ditemukan kekeliruan dalam prosedur perizinan ini, sehingga izin-izin tersebut dicabut.

“Kami belum memiliki gambaran pasti tentang apa yang terjadi di balik semua ini,” katanya, dilansir Bisnis.com.

Ketiga, Bahlil juga menyoroti kemungkinan campur tangan asing dalam konflik tersebut, terutama mengingat rencana besar pemerintah untuk membangun Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.

“Ketika BP Batam didirikan, tujuannya adalah untuk menjadikan kawasan ini sebagai penanding Singapura. Namun, kita harus mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi sekarang. Setiap kali kita berusaha membangun sesuatu yang besar di sini, selalu muncul masalah,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *