KOMPARASI.ID – Calon Gubernur Gorontalo, Nelson Pomalingo, semakin memperkuat hubungan dengan kalangan mahasiswa melalui program “Bedah Prof.”
Diskusi terbuka tersebut berlangsung di Grande Bistro pada Selasa (5/11/2024), melibatkan civitas akademika untuk membedah visi dan misi calon gubernur gorontalo.
Pasangan Nelson-Kris tampil dengan jargon “Sang Patriot Gorontalo,” membawa pesan keteguhan dan kecintaan pada tanah kelahiran.
Patriot, bagi Nelson, berarti keberanian dan semangat membangun daerah. Pilihannya menggandeng Kris Wartabone, cucu pahlawan Nani Wartabone, adalah bentuk penghormatan atas perjuangan pahlawan Gorontalo itu.
“Kita sering ingin dihargai, namun enggan menghargai. Kita bangga dengan almarhum Nani Wartabone, yang membawa Gorontalo merdeka pada 23 Januari 1942, bahkan sebelum Indonesia merdeka,” ujarnya penuh semangat.
Nelson pun mengingatkan bahwa Gorontalo sebenarnya layak berdiri sebagai negara sendiri, mengingat kala itu sudah memiliki rakyat, wilayah, dan pemerintahan. Namun, kecintaan Gorontalo pada Indonesia membuat Gorontalo memilih bergabung dengan NKRI.
“Inilah kehebatan Gorontalo. Meski lebih awal merdeka, kita memilih tetap menjadi bagian dari Indonesia,” ujarnya.
Saat memperjuangkan pemekaran Gorontalo, Nelson menegaskan tujuan utama hanyalah status sebagai provinsi, bukan negara.
“Meski saat itu Gorontalo hanya memiliki dua kabupaten dan satu kota, semangat historis dan perjuangan itulah yang dihargai bangsa hingga akhirnya Gorontalo menjadi provinsi,” jelas Nelson di hadapan mahasiswa.
Nelson juga menegaskan pentingnya sejarah 23 Januari 1942, yang menginspirasi dirinya memilih Kris Wartabone sebagai pasangan.
“Dengan semangat yang sama, kita ingin terus menghidupkan perjuangan Nani Wartabone dalam membangun Gorontalo,” tambahnya.
Nelson menanggapi pandangan pesimis yang kerap muncul terkait perkembangan Gorontalo usai pemekaran.
“Siapa yang bilang Gorontalo tidak maju? Hanya pandangan sempit yang bisa mengabaikan perkembangan yang ada,” ujarnya, menyerukan optimisme dalam menatap masa depan daerah.
Menurutnya, pemekaran telah membawa perubahan besar, terutama di sektor pendidikan. Ia menyoroti peningkatan status institusi-institusi pendidikan, dari yang sebelumnya hanya sekolah tinggi hingga kini menjadi universitas.
“Dulu IAIN Sultan Amai masih STAI, Universitas Negeri Gorontalo masih STIKIP, Universitas Gorontalo berasal dari STIE, dan Universitas Ichsan dari STIMIK,” jelas Nelson.
Kini, Gorontalo telah memiliki Universitas Negeri, Universitas Nahdlatul Ulama, Politeknik, Poltekkes, Universitas Bina Mandiri, Universitas Muhammadiyah, Universitas Pohuwato, dan lainnya.
Di bidang pendidikan tinggi, Nelson bahkan mengklaim Gorontalo lebih unggul dari Sulawesi Utara.
“Jumlah perguruan tinggi di Gorontalo lebih banyak, dan LLDIKTI juga berada di Gorontalo, bukan di Manado atau Sulawesi Tengah,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia menyoroti bahwa Gorontalo kini memiliki dua fakultas kedokteran di Universitas Negeri Gorontalo dan Universitas Muhammadiyah, sedangkan Sulawesi Utara hanya memiliki satu di Universitas Sam Ratulangi.
Sebagai mantan rektor di kedua universitas tersebut, Nelson merasa perkembangan ini menjadi bukti nyata keberhasilan Gorontalo setelah pemekaran.
“Bekerja harus berjenjang, terarah, dan memiliki tujuan yang jelas. Insya Allah, Gorontalo bisa menjadi pusat pendidikan di wilayah Indonesia timur bagian utara,” harapnya optimis.
Kata Nelson, Kampus harus melahirkan pemimpin yang memahami teori sekaligus realitas di lapangan.
Di akhir pembicaraan, Nelson mengajak generasi muda untuk bersama-sama membangun Gorontalo.
“Kita harus berani bermimpi besar dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Gorontalo layak untuk lebih maju,” pungkasnya.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel