Wacana Pilkada Melalui DPRD, Umar Karim dan Anas Jusuf Berbeda Pandangan

Avatar

KOMPARASI.ID Usulan Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) ke tangan DPRD memantik perdebatan di kalangan publik.

Dalam pidatonya pada HUT ke-60 Partai Golkar, Prabowo menyebut wacana ini sebagai solusi untuk menghemat anggaran negara.

Namun, gagasan ini tak lepas dari kritik, terutama terkait dampaknya pada demokrasi.

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo dari Partai Nasdem, Umar Karim, menilai wacana ini sebagai kemunduran demokrasi.

Menurutnya, langkah tersebut berpotensi menggerus kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin mereka secara langsung.

“Ini Kemunduran Demokrasi,” Tegas Umar Karim

Ia menilai langkah tersebut sebagai ancaman terhadap kedaulatan rakyat.

“Ini adalah setback dari nilai-nilai demokrasi yang telah kita perjuangkan. Demokrasi itu soal kedaulatan rakyat, di mana mereka memiliki hak untuk memilih pemimpin secara langsung,” ujar Umar.

Ia juga mengkritisi alasan efisiensi anggaran yang dikemukakan sebagai latar belakang usulan ini.

Menurutnya, biaya demokrasi memang mahal, tetapi tidak sebanding dengan nilai kebebasan dan kedaulatan rakyat.

“Demokrasi tidak bisa dikonversi menjadi sekadar angka rupiah. Jika diterapkan, ini berpotensi mengembalikan pola otoritarianisme,” tambahnya.

Umar bahkan memperingatkan risiko maraknya politik uang jika pilkada dilakukan melalui DPRD.

“Money politics hanya akan berpindah tangan, dari rakyat ke elite DPRD,” tegasnya.

Sebaliknya, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Gorontalo dari Partai PAN, Anas Jusuf, menyambut positif gagasan ini.

Baginya, tingginya biaya politik dalam pemilihan langsung sudah menjadi masalah yang sulit diabaikan.

“Apa yang disampaikan Presiden Prabowo itu realistis. Cost politik saat ini sangat tinggi, dan pilkada melalui DPRD bisa menjadi solusi,” ujar Anas.

Ia juga menepis anggapan bahwa wacana ini akan merusak demokrasi. Menurutnya, DPRD adalah representasi rakyat sehingga pemilihan oleh DPRD tetap mencerminkan suara rakyat.

“DPRD diberi mandat oleh rakyat. Ini adalah bentuk demokrasi yang berbeda, bukan kemunduran,” katanya.

Perdebatan antara efisiensi anggaran dan kedaulatan rakyat ini menunjukkan tarik-menarik kepentingan dalam demokrasi Indonesia.

Di satu sisi, wacana ini menawarkan solusi atas mahalnya biaya politik. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa hal ini justru melemahkan prinsip dasar demokrasi yang berpusat pada suara rakyat.

Usulan pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini, meski masih sebatas wacana, telah menggugah diskusi publik tentang arah demokrasi di Indonesia.


**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *