KOMPARASI.ID – DPRD Provinsi Gorontalo menghadapi tantangan baru dalam menyerap aspirasi masyarakat pada tahun anggaran 2026.
Anggaran pokok pikiran (pokir) legislatif mengalami pemangkasan drastis, dari semula Rp118 miliar menjadi hanya Rp50,8 miliar.
Penurunan ini terjadi akibat keterbatasan ruang fiskal daerah.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, La Ode Haimudin, menjelaskan bahwa dari total APBD sebesar Rp1,5 triliun, sekitar Rp1,4 triliun telah terserap untuk belanja wajib dan mengikat. Imbasnya, ruang untuk pembiayaan program aspiratif sangat sempit.
“Memang tahun depan anggaran pokir turun drastis. Dari Rp118 miliar tinggal Rp50,8 miliar,” kata La Ode kepada wartawan.
Anggaran tersebut harus dibagi ke 45 anggota DPRD yang masing-masing menampung ratusan usulan masyarakat.
Data terakhir menunjukkan, terdapat lebih dari 1.800 item pokir hasil penjaringan aspirasi.
Dengan alokasi anggaran yang terbatas, hanya sekitar 10 persen program yang berpeluang direalisasikan.
“Itu pun harus dibagi ke berbagai sektor prioritas. Akhirnya pokir hanya bisa dialokasikan Rp50,8 miliar untuk seluruh anggota dewan,” tambahnya.
La Ode mengakui kondisi ini berpotensi menimbulkan kekecewaan publik. Karena itu, ia menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara wakil rakyat dan konstituen, agar terjadi penyesuaian ekspektasi.
“Kami berharap masyarakat bisa memahami situasi keuangan daerah saat ini. Kita tetap optimis dan berdoa semoga keuangan provinsi ke depan membaik, sehingga aspirasi rakyat bisa lebih maksimal terjawab,” ujar La Ode.
Di tengah keterbatasan ini, DPRD Provinsi Gorontalo dihadapkan pada dilema klasik: antara menjawab ekspektasi rakyat dan menjaga realisme fiskal.
Publik menunggu, apakah kebijakan yang diambil akan tetap berpihak pada kebutuhan mendesak masyarakat, atau justru tenggelam dalam tarik-menarik politik anggaran yang tak kunjung usai.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel