KOMPARASI.ID – Panitia Khusus (Pansus) Sawit DPRD Provinsi Gorontalo menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pemangku kepentingan, Senin (16/6/2025).
Forum ini mengungkap indikasi kuat pelanggaran regulasi oleh perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah tersebut.
Rapat yang berlangsung di ruang paripurna ini dipimpin oleh Ketua Pansus, Umar Karim, didampingi anggota Pansus lainnya seperti Wahyudin Moridu, Limonu Hippy, Sitti Nurayin Sompie, dan Meyke Camaru.
Tiga perusahaan sawit hadir dalam forum tersebut: PT Sawit Tiara Nusa, PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL), dan PT Sawindo Cemerlang, bersama dengan perwakilan pemerintah provinsi, BPN, dan pemerintah kabupaten.
Salah satu temuan paling mencolok adalah tidak dilaksanakannya kewajiban penyediaan kebun plasma sebesar 20 persen oleh PT BTL. Padahal, kewajiban tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Perusahaan ini tidak pernah memfasilitasi plasma sejak mulai beroperasi. Bahkan, mereka mengaku tidak tahu soal kewajiban itu sampai kami tunjukkan dasar hukumnya,” tegas Umar Karim dalam forum.
Plasma adalah bentuk kemitraan yang diwajibkan negara agar masyarakat lokal turut mendapatkan manfaat dari keberadaan industri sawit. Ketidakpatuhan terhadap skema ini dinilai sebagai pelanggaran serius.
Selain pelanggaran terkait plasma, Pansus juga menyoroti rendahnya pemanfaatan lahan oleh dua perusahaan lainnya, PT Sawit Tiara Nusa dan PT Sawindo Cemerlang.
Berdasarkan regulasi, perusahaan wajib menggarap lahan layak tanam maksimal enam tahun setelah izin diterbitkan.
Namun, data yang diungkap dalam RDP menyebutkan bahwa pemanfaatan masih di bawah 50 persen.
Menurut DPRD, rendahnya produktivitas tersebut berdampak langsung pada minimnya kontribusi perusahaan terhadap ekonomi daerah, termasuk dari sektor pajak dan serapan tenaga kerja lokal.

Dalam RDP juga terungkap fakta bahwa PT Sawindo Cemerlang telah berganti kepemilikan menjadi PT LIL.
Namun, Hak Guna Usaha (HGU) seluas 2.000 hektare masih tercatat atas nama entitas lama. Bagi Pansus, ini memunculkan pertanyaan soal legalitas pengelolaan lahan tersebut.
“Faktanya, PT Sawindo Cemerlang tidak lagi eksis, tapi masih punya HGU aktif. Ini harus ditelusuri lebih lanjut,” kata Umar.
Selain persoalan plasma dan produktivitas lahan, Pansus juga menyoroti isu pemulihan izin kawasan hutan yang sebelumnya dicabut.
PT LIL menyebut tidak lagi beroperasi di wilayah eks tambang sejak 2024, namun Pansus menyatakan tetap akan menyelidiki kebenaran klaim tersebut.
“Kalau masih ada pelanggaran, maka perusahaan harus bertanggung jawab. Pemerintah sudah memberi izin pengelolaan, bukan untuk disalahgunakan,” ujar Umar.
Pansus menegaskan akan melanjutkan investigasi terhadap semua temuan dalam RDP. Jika ditemukan pelanggaran serius, opsi pencabutan izin tidak akan dikesampingkan.
“Ini bukan cuma soal administrasi. Ketika plasma diabaikan dan lahan tidak digarap maksimal, yang dirugikan adalah masyarakat dan ekonomi daerah,” tutup Umar.
RDP ini merupakan bagian dari rangkaian kerja Pansus Sawit DPRD Gorontalo yang bertugas menyoroti praktik pengelolaan perkebunan sawit di daerah, termasuk potensi pelanggaran hukum, ketimpangan ekonomi, serta dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel