KOMPARASI.ID – Ironi tengah terjadi di pasar pangan nasional. Di saat produksi beras Indonesia sedang melimpah, harga beras justru melambung tinggi.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menilai penyebab utama persoalan ini bukan pada stok, melainkan jalur distribusi yang tidak optimal.
“Kalau misalnya seperti kemarin di ritel modern saja berkurang, berarti distribusinya itu yang harus dibenahi,” kata Budi usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Gedung Graha Mandiri, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Dilansir dari Finance.detik.com
Distribusi Jadi Biang Kerok?
Menurut Budi, jika distribusi lancar maka harga beras akan kembali normal.
Saat ini pemerintah tengah berupaya memperbaiki jalur penyaluran agar pasokan di ritel modern maupun pasar tradisional tetap terjaga.
Ia menyebut harga beras perlahan mulai turun seiring meningkatnya suplai di lapangan.
“Sudah mulai (turun), sebagian sudah mulai turun. Sekarang di ritel modern juga sudah mulai banyak,” ujarnya.
Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijalankan Perum Bulog disebut ikut menjadi instrumen pengendali harga.
Kendati belum berjalan maksimal, pemerintah mengklaim program ini mulai memberi efek positif.
“SPHP juga sudah mulai jalan walaupun belum 100%. Kami bersama Bapanas terus mendorong percepatan distribusi dan membantu pengawasan di lapangan,” pungkas Budi.
Produksi vs Distribusi
Fenomena harga beras ini menunjukkan bahwa melimpahnya produksi tidak serta-merta menjamin harga terkendali.
Masalah distribusi kerap menjadi celah, sehingga pasokan tidak merata di titik-titik ritel dan pasar.
Perbandingan ini menegaskan bahwa persoalan pangan bukan semata urusan produksi, melainkan juga tata kelola distribusi.
Tanpa jalur distribusi yang efisien dan transparan, kelebihan produksi pun bisa berujung pada lonjakan harga di tingkat konsumen.