KOMPARASI.ID –Karawo, sebuah seni sulaman benang yang unik, telah menjadi salah satu kebanggaan dari Gorontalo.
Proses pengerjaannya tidak hanya membutuhkan keahlian tinggi, tetapi juga menuntut kesabaran, keuletan, dan ketelitian para pengrajin.
Seni sulaman ini berasal dari kata “Mokarawo” dalam bahasa asli Gorontalo, yang berarti mengiris atau melubangi.
Proses kreatif dimulai dengan pengirisan dan pencabutan benang, yang menjadi ciri khas utama sulaman karawo.
Pengrajin harus memastikan bahwa kain tidak rusak selama proses ini, yang memerlukan keahlian khusus.
Pada tahap pengirisan, para pengrajin juga harus menyesuaikan jumlah benang kain dengan pola desain karawo yang akan diterapkan, memastikan kesesuaian yang sempurna.
Sulaman karawo terbagi menjadi dua jenis utama: karawo ikat dan karawo manila. Karawo ikat menampilkan sulaman berupa ikatan simpul pada lubang kain, menggunakan benang jahit biasa.
Di sisi lain, karawo manila menampilkan garis lurus membentuk pola motif tertentu, menggunakan benang emas atau yang dikenal sebagai benang manila, terutama pada pakaian.
Sejarah panjang seni sulaman ini dimulai sekitar tahun 1713 di Desa Ayula, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango.
Pada awalnya, karawo hanya dikerjakan oleh perempuan-perempuan di Desa Ayula sebagai hobi dan untuk keperluan pribadi. Motif yang umumnya disulam saat itu mencakup gambar anggur dan daun.
Namun, seiring berjalannya waktu, seni sulaman karawo mulai menemukan tempatnya di berbagai pakaian koko untuk masjid, pakaian putih untuk acara duka, dan bahkan selendang serta pakaian pesta.
Pada tahun 1970-an, animo masyarakat untuk menggunakan karawo semakin berkembang, terutama dengan adanya kreativitas yang semakin meningkat.
Perkembangan signifikan terjadi ketika seni sulaman karawo tidak lagi terbatas pada wilayah Ayula. Pengrajin karawo berhasil menarik perhatian perempuan-perempuan Gorontalo di luar Kecamatan Tapa, seperti di Kecamatan Bongomeme, Kecamatan Telaga, dan Kecamatan Batudaa Pantai.
Pada masa itu, masyarakat juga menyaksikan inovasi dalam penggunaan warna benang. Jika sebelumnya hanya menggunakan satu warna, kini pengrajin mengkreasikan warna-warna yang beragam untuk memberikan kesan yang menarik pada sulaman karawo.
Meskipun desain motif masih relatif monoton, inovasi-inovasi ini berhasil menarik perhatian tidak hanya masyarakat lokal Gorontalo, tetapi juga di luar daerah.
Pentingnya seni sulaman karawo semakin meningkat, dan bukan lagi menjadi aktivitas perorangan. Dewasa ini, pembuatan karawo telah menjadi kegiatan kelompok, terutama oleh kelompok ibu-ibu rumah tangga dalam satu desa atau kelurahan.
Beberapa kelompok bahkan berhasil terbentuk di dalam satu desa, menciptakan kolaborasi yang memperkaya keberagaman seni sulaman ini.
Seni sulaman karawo tidak hanya sebuah warisan budaya Gorontalo, tetapi juga sebuah karya seni yang terus berkembang, menembus batas wilayah dan memperkaya khazanah budaya Indonesia.














