KOMPARASI.ID – Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa pecinta alam yang tergabung dalam Simpul WALHI Gorontalo menggelar aksi refleksi untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Aksi ini berlangsung di jembatan Talumolo 2, Kelurahan Botu, Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, pada Rabu, (5/6/2024)
Kegiatan ini mengusung tema “Pulihkan Gorontalo, Moratorium Industri Ekstraktif di Provinsi Gorontalo” dan bertujuan untuk menyuarakan ketidakpercayaan mereka terhadap industri ekstraktif yang beroperasi di wilayah tersebut.
Renal Husa, Dinamisator Simpul WALHI Gorontalo, menyatakan, industri ekstraktif merusak sumber daya alam secara masif, mengambil hak-hak rakyat, dan menyebabkan bencana ekologis yang merugikan.
Aksi dimulai dengan mimbar bebas, di mana setiap perwakilan organisasi menyampaikan orasi ilmiah dan pembacaan puisi.
Tarmizi Abbas, Koordinator Institute for Human and Ecological Studies (Inhides), dalam orasinya menyebut, kondisi Provinsi Gorontalo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah gencar mendorong investasi, meminggirkan rakyat, dan mengambil ruang-ruang mereka.
“Tahun 2022 lalu, lima petani di Desa Pangeya, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, dikriminalisasi oleh perusahaan sawit. Tanpa prosedur yang jelas, mereka dijemput paksa oleh polisi menggunakan mobil perusahaan,” ungkap Tarmizi.
Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa kriminalisasi bisa terjadi saat rakyat mempertahankan ruang hidup, dan ini hanya gambaran kecil dari konflik agraria yang terjadi di Provinsi Gorontalo.
Aksi ini juga diwarnai dengan pertunjukan teatrikal yang dibawakan oleh Indira Lomban dari Indung Art Project.
Indira melumuri tubuhnya dengan lumpur, memakai sungkup oksigen, dan meneriakkan bahwa bumi sedang menderita, melambangkan kondisi bumi yang berada di ambang kehancuran.
Ia menutup aksinya dengan membacakan puisi “Membaca Tanda-Tanda” karya Taufik Ismail.
Setelah itu, Simpul WALHI Gorontalo membentangkan spanduk bertuliskan “Pulihkan Gorontalo, Moratorium Industri Ekstraktif di Provinsi Gorontalo”.
Aksi refleksi ini diakhiri dengan penandatanganan spanduk bertuliskan “moratorium industri ekstraktif di Gorontalo” sebagai bentuk dukungan.
Puput Pakaya, Dinamisator Simpul WALHI Gorontalo lainnya, menjelaskan, aksi ini dilakukan untuk mengampanyekan bahaya industri ekstraktif yang mulai merambah hampir di setiap kabupaten di Provinsi Gorontalo.
“Masyarakat Gorontalo perlu tahu bahwa industri ekstraktif sangat destruktif. Menimbulkan konflik agraria, perebutan ruang hidup, dan bencana ekologis,” ujarnya.














