KOMPARASI.ID – Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Gorontalo, menggelar protes ke Kantor Wali Kota Gorontalo, Kamis (2/1/2025). Mereka meminta kejelasan terkait rencana penertiban yang dinilai mendadak dan minim solusi.
Penertiban ini menyasar area depan Universitas Negeri Gorontalo dan Masjid Sabilurrasyad, lokasi yang selama ini menjadi pusat aktivitas ekonomi para pedagang.
Protes ini bermula dari operasi Satpol PP pada 27 Desember 2024, yang memberi peringatan agar para pedagang mengosongkan lokasi mulai 1 Januari 2025.
“Satpol PP datang memberi peringatan untuk meninggalkan tempat. Kami langsung menyurati wali kota dan meminta pertemuan ini,” ujar Tianto, perwakilan UMKM Sabilurrasyad, kepada Komparasi.id
Dalam pertemuan tersebut, Tianto seorang pedagang menegaskan, lokasi yang digunakan pedagang sudah bertahun-tahun menjadi pusat ekonomi strategis.
Penertiban, menurutnya, bukan solusi yang realistis. “Kami sudah membangun usaha di sini bertahun-tahun. Kalau digusur, kami harus memulai lagi dari nol. Itu tidak mudah,” katanya.
Para pedagang juga mempertanyakan efektivitas rencana relokasi yang ditawarkan pemerintah. Mereka khawatir tempat baru tidak mampu menarik pembeli dan justru memperburuk kondisi ekonomi mereka.
“Kalau pemerintah mau membantu biaya hidup sambil kami menata usaha, mungkin bisa kami pertimbangkan. Tapi kalau hanya dipindahkan ke tempat yang tidak ada jaminan pembeli, usaha kami mati,” tambah Tianto.
Biaya sewa tempat baru juga menjadi kendala. Mayoritas pedagang kecil dengan modal terbatas tidak mampu membayar biaya sewa tinggi di lokasi alternatif yang disarankan pemerintah.
Menanggapi protes ini, Kepala Satpol PP Kota Gorontalo, Mukly Datau, membantah penertiban ini sebagai bentuk penggusuran. Ia menyebut langkah ini diambil untuk menegakkan aturan dan mengembalikan fungsi trotoar.
“Trotoar itu untuk pejalan kaki. Selama ini aktivitas jual beli di situ sering menyebabkan kemacetan. Kami hanya menjalankan Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tata Ruang, Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang PKL, dan Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Trotoar,” jelas Mukly kepada wartawan.
Mukly menegaskan, tujuan penertiban adalah menata kota, bukan menggusur pedagang. Pemerintah, katanya, memberikan waktu kepada pedagang untuk mencari alternatif tempat, seperti menyewa ruko atau memanfaatkan halaman rumah warga.
“Penataan ini sesuai Perda. Pemerintah kota bertanggung jawab menjaga ketertiban dan kenyamanan. Gorontalo adalah ibu kota provinsi, sehingga kebijakan ini penting untuk mewujudkan kota yang tertata,” ujar Mukly.
Penjabat Wali Kota Gorontalo, Ismail Madjid, mengakui relokasi adalah langkah sulit bagi pedagang. Namun, ia menegaskan bahwa penggunaan fasilitas umum, seperti trotoar, untuk berjualan tidak bisa dibiarkan.
“Pemerintah tidak melarang masyarakat berjualan, tetapi harus sesuai aturan. Trotoar adalah fasilitas umum yang dirancang untuk pejalan kaki. Jangan sampai aktivitas berjualan mengganggu kenyamanan warga lain,” kata Ismail saat pertemuan berlangsung.
Menurut Ismail, meskipun wali kota memiliki kewenangan memberikan izin khusus, aturan hukum tetap menjadi landasan utama. Pemerintah, lanjutnya, berkomitmen mencari solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak.
“Keputusan ini diambil untuk kepentingan bersama. Kami berharap pedagang memahami kebijakan ini, dan pemerintah siap berdialog untuk mencari solusi terbaik,” tuturnya.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel