KOMPARASI.ID – Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perwakilan nelayan dari seluruh provinsi pada Senin (10/03/2025).
Pertemuan yang berlangsung di kantor DPRD ini bertujuan untuk membahas sejumlah permasalahan yang dihadapi komunitas nelayan, termasuk kebijakan perikanan yang dinilai merugikan mereka.
Ketua Komisi II, Mikson Yapanto, memimpin rapat yang juga dihadiri oleh pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Himpunan Nelayan Kabupaten Gorontalo, Muhlis Panai, menyampaikan beberapa tuntutan utama dari para nelayan.
Salah satu isu utama yang disoroti adalah aturan penangkapan ikan terukur.
Menurut Muhlis, kebijakan ini tidak berpihak pada nelayan kecil dan perlu direvisi oleh pemerintah pusat.
“Kami meminta aturan ini dikaji ulang karena tidak berpihak kepada nelayan kecil,” ujarnya.
Selain itu, nelayan juga menolak kebijakan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) pada semua kapal.
Mereka berpendapat bahwa biaya perangkat ini terlalu tinggi, mencapai belasan juta rupiah, yang dinilai memberatkan nelayan kecil.
Masalah lain yang diangkat adalah keterbatasan kuota rumpon di perairan Gorontalo.
Saat ini, provinsi tersebut berada dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 bersama enam provinsi lainnya, tetapi hanya mendapatkan izin untuk 12 rumpon.
Dengan jumlah kapal yang mencapai 300 hingga 350 unit, nelayan mengaku kesulitan menangkap ikan akibat terbatasnya fasilitas ini.
Selain itu, nelayan juga mempersoalkan sistem pajak perikanan yang mereka anggap tidak realistis.
Mereka menilai bahwa target tangkapan ikan yang ditetapkan oleh pemerintah tidak selalu sesuai dengan kondisi di lapangan, yang dapat menyebabkan izin mereka dibekukan jika target tidak tercapai.
“Jika targetnya 10 ton, tetapi kami hanya mendapatkan 1 ton, maka izin kami terancam dibekukan. Ini sangat merugikan nelayan,” tegas Muhlis.
Dalam rapat tersebut, salah satu isu yang paling mendapat perhatian adalah ancaman dari nelayan untuk menjual kapal mereka dan membeli senjata jika pemerintah tetap bersikeras menertibkan rumpon yang mereka buat secara mandiri.
“Jika rumpon-rumpon ini tetap akan ditertibkan, lebih baik kami jual kapal dan beli senjata untuk perang,” ujar Muhlis dengan nada tegas.
Ia juga mengungkapkan bahwa asosiasi nelayan Gorontalo berencana menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI pada 17 Maret 2025 guna membawa permasalahan ini ke tingkat pemerintah pusat.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Gorontalo, Meyke Kamaru, menegaskan, banyaknya keluhan dari nelayan menunjukkan adanya regulasi yang perlu dikaji ulang.
“Kami akan mengawal dan memperjuangkan aspirasi nelayan ini hingga ke tingkat kementerian agar regulasi yang tidak berpihak kepada nelayan kecil bisa ditinjau kembali,” katanya.
DPRD Gorontalo berjanji akan terus memfasilitasi perjuangan nelayan, agar kebijakan yang diberlakukan lebih adil dan tidak semakin membebani mereka yang bergantung pada sektor perikanan sebagai sumber mata pencaharian.
**Cek berita dan artikel terbaru Komparasi.id dengan mengikuti WhatsApp Channel