Meminta Hamim Pou Dibebaskan, AGPMPBB Gelar Aksi Unjuk Rasa

KOMPARASI.ID – Menyikapi kasus korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang menjerat mantan Bupati Bone Bolango Hamim Pou, Aliansi Gerakan Pemuda dan Masyarakat Peduli Bone Bolango (AGPMPBB) menggelar aksi unjuk rasa yang meminta dan mendesak pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo agar menghentikan upaya kriminalisasi dan politisasi hukum terhadap kasus Bansos di Bone Bolango yang terjadi pada 2011-2012 silam.

Dalam aksinya, Koordinator AGPMPBB Jamal Usman menyuarakan, bahwa kasus Bansos sangat terasa nuansa politisnya dibandingkan dengan penegakkan hukum itu sendiri dan ada upaya melakukan tindakan kriminalisasi terhadap Hamim Pou.

Menurutnya, berdasarkan Surat dari Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Gorontalo, yang tercantum dalam Nota Dinas Nomor 50/ND/XIX/GOR/02/2016, menunjukkan bahwa tidak terdapat kerugian Negara dalam kasus Bansos yang dimohonkan oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Suwawa .Hal itu diperkuat oleh pernyataan Bingkros Hutabarat yang menyimpulkan bahwa tidak ada kerugian Negara terkait kasus yang dimaksud.

Pada unjuk rasa yang digelar di Center Point Pintu Gerbang perkantoran Blok Plan Suwawa itu, Jamal Usman lebih lanjut mengatakan, berdasaarkan jawaban BPK Perwakilan Gorontalo atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Nomor 12/LHP/XIX/10/2012 berdasarkan Surat Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Nomor: B.-1026/R.5/Fd.1/08/2016, tanggal 15 Agustus 2016, hanya merekomendasikan agar Bupati Bone Bolango menaati ketentuan mengenai batasan nilai maksimal Bantuan Sosial.

Bahkan, dalam pidatonya di Auditorium Pemerintah Daerah Bone Bolango pada tahun 2019 silam, Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo kal aitu, Dr. Firdaus Dewilmar, SH.,MH, menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan Bupati Bone Bolango, dalam tindak pidana korupsi terkait kasus Bansos tersebut.

Pernyataan ini didukung oleh keterangan ahli dari Dirjen Bidang Keuangan Daerah, ahli Pidana, dan ahli Administrasi.

Baca Juga :  Lapas Gorontalo Sambut Ramadhan dengan Program “Masuk Napi, Keluar Santri”

Bahkan, telah dibuat laporan pertanggungjawaban keuangan bansos tersebut tanpa adanya bukti bahwa Dr. Hamim Pou, S.kom, MH menerima dana Bansos tahun 2011-2012.

Berdasarkan hal itu, menurut Jamal Usman yang diamini oleh peserta aksi unjuk rasa lainnya, Kejaksaan Tinggi Gorontalo yang terlanjur melakukan penahanan dan menetapkan Hamim Pou sebagai tersangka dinilainya sangat tendensius dengan tidak secara cermat dan Hati-Hati.

Seharusnya ungkap Jamal Usman, dari sejarah perjalanan persoalan Bansos, kasus ini telah dihentikan, tidak kemudian meminta BPKP untuk melakukan audit lagi.

Ia beralasan, berdasarkan hierarki perundang-undangan yang berlaku, BPK dan BPKP yang lebih berwenang menghitung dan menetapkan kerugian keuangan Negara.

Dengan begitu ungkap Jamal Usman lagi, Kejati Gorontalo telah mengenyampingkan Hasil Audit BPK Provinsi Gorontalo yang sebelumnya telah mengeluarkan hasil pemeriksaan bahwa tidak ditemukan kerugian keuangan negara dari kasus Bansos 2011-2012.

Itu artinya, Kejati Gorontalo terkesan melemahkan Lembaga Negara yang diberi kewenangam oleh Undang-Undang sebagai Lembaga yang berwenang menghitung dan menetapkan kerugian keuangan Negara.

Hal itu menjadi preseden buruk dalam penegakkan hukum dan memunculkan ketidak pastian Hukum dan kebingungan di tengah masyarakat dalam penyelesaian suatu perkara dalam tindak pidana korupsi Bansos di Bone Bolango 2011-2012.

Hal yang tidak mungkin dalam satu pokok perkara yang sama kemudian menerapkan perhitungan kerugian keuangan negara dari 3 Lembaga yang berbeda.

“Ini membuktikan Kejaksaan Tinggi Gorontalo tidak professional dalam hal menyelesaikan perkara Bansos yang menimpa Hamim Pou” tegasnya dengan lantang.

Bukti ketidak profesional Kejati Gorontalo sangat terlihat saat proses pemanggilan Hamim Pou sebagai saksi tanpa penasehat hukum, kemudian penetapannya sebagai tersangka sama sekali tidak diberikan haknya sebagai saksi maupun tersangka.

Baca Juga :  Kapolres Gorontalo Kota Lakukan Pengecekan Kesiapan Operasi Ketupat Otanaha 1445 H

Menurutnya, dalam ketentuan pasal 114 dan 115 ayat (1) KUHAP dalam hal seseorang di sangkakan melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, terlebih dahulu penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya wajib didampingi oleh penasehat hukum.

Yang menjadi keprihatinan AGPMPBB , persoalan Bansos yang telah berjalan 12 tahun, Hamim Pou, sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka.

“Berdasarkan hal itu, penerapan pasal 21 KUHAP menurut kami sangat keliru” ujarnya.

Apalagi di tengah tahapan pemilu 2024 yang belum selesai, Kepala Kejati Gorontalo terkesan sangat tendensius yang sangat terasa nuansa aroma politik menjelang pilkada serentak 2024 telah melanggar memorandum dan Instruksi Kejagung RI terkait penghentian segala bentuk proses Hukum baik penyelidikan maupun penyidikan terkait tindak pidana korupsi sampai seluruh Tahapan Pemilu 2024 selesai.

(Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi peran kejaksaan Republik Indonesia dalam mendukung dan mengsukseskan penyelenggaran pemilihan umum serentak tahun 2024). dalam hal penegakan dan penerapan hukum haruslah dilaksanakan secara Merdeka, patuh terhadap peraturan perundang-undangan dan instruksi pimpinan dalam lembaganya.

kejaksaan tinggi Gorontalo harus terlepas dari pengaruh politik dan kekuasaan lainnya. Kejaksaan Tinggi Gorontalo sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang dituntut untuk lebih objektif dan profesional dalam menegakan supermasi hukum tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

kepala kejaksaan tinggi Gorontalo dalam menangani kasus Bansos Bone Bolango, bertindak tidak lagi berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak lagi menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo dengan sendirinya mencoreng nama baik instusi kejaksaan tinggi Gorontalo itu sendiri, secara tidak langsung kepala kejaksaan tinggi gorontalo melanggar sumpahnya dan tidak lagi patuh terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Baca Juga :  Polda Gorontalo Imbau Masyarakat Hindari Konvoi Antisipasi Gesekan Pasca Pemilu

Untuk itu dalam aksinya, AGPMPBB menuntut3 point penting kepada Kejati Gorontalo, yakni :
Pertama, melakukan penangguhan penahanan terhadap Hamim Pou dengan pertimbangan bahwa selama proses perkara Hamim Pou tidak pernah mangkir dan selalu koperatif terhadap proses proses penyidikan, baik di panggil sebagi saksi sampai ditetapkan sebagai tersangka.

Kedua, menuntut agar Kejati Gorontalo dalam hal ini jaksa penyidik didalam menghitung dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian negara harus berdasarkan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2016 bahwa yang berhak menetapkan jumlah kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ketiga, menuntut agar Hamim Pou yang telah ditetapkan dalam kasus dugaan korupsi dana Bansos BoneBolango Tahun 2011-2012 oleh Kejati Gorontalo untuk dicabut statusnya sebagai tersangka atau dibebaskan dari segala tuntutan.

 

Penulis : Randa Damaling
Editor  : Risman Taharudin
l

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *